Di atas mobil pick up, terkapar seorang wanita, 25 tahun. Telapak
tanganya dibalut kain, mengalami luka robek, karena benda tajam.
Panjang luka kira-kira 15 cm. Mulai dari pangkal jari kelingking hingga
mendekati pergelangan lengan kiri bawah, dekat urat nadi. Sedangkan
kedalaman luka mencapai 8 cm. Otot dan lemak kelihatan pakai mata
telanjang. Darah mengalir bagaikan pipa bocor. Bibir korban berubah
menjadi pucat, keringat dingin, tampak lelah dan tak berdaya.
Baju korban kena rembesan darah. Situasi begitu panik. Keluarga yang mengantar terlihat khawatir akan kondisi ibu muda tersebut.
Petugas khusus jemput antar pasien (Brankarman) menanti korban tepat di depan ruang Triase Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Korban berubah status menjadi pasien. Dan, pasien dibawa kedalam
ruangan. Dalam IGD hanya satu tempat tidur yang tersisa, dari jumlah
total 10 bed. Selebihnya telah terisi oleh pasien lain. Dokter jaga
hanya 2 orang, 1 Dokter PNS dan 1 lagi Dokter Internship yang baru saja
menyelesaikan pendidikan Koas. Dokter PNS sibuk menulis resep, sambil
menelepon Konsulen. Dokter Internship sedang memeriksa pasien mengalami
keluhan penyakit dalam.
Dokter, ditemani oleh 3 Perawat dan 1 orang Brankarman. Perawat senior
sedang serius memasang infus bayi, kasus dehidrasi berat. Di sebelah
pasien bayi, bapak paruh baya menunggu Perawat, agar disadap kerja
jantungnya (Pemeriksaan EKG). Dan, Perawat satunya lagi sedang memantau
situasi.
Seandainya anda Perawat yang sedang memantau situasi itu. Maka
pertolongan apa yang akan diberikan kepada ibu muda yang sedang
mengalami luka hebat pada telapak tangan tersebut ?
****
Ingat! Perawat tidak boleh melakukan tindakan invasif. Tindakan invasif
yaitu, tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi, dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008, BAB I, Pasal I,
yang boleh melakukan Tindakan Invasif adalah Dokter spesialis, dokter
umum dan dokter gigi. Salah satu bentuk tindakan invasif,
seperti. Perawat memasang infus pada pasien bayi dehidrasi berat.
Perawat harus taat Peraturan Menteri Kesehatan. Jika tidak, awas!
Perawat akan dipidanakan seperti Perawat Misran, memberikan pengobatan
di daerah terpencil. Meskipun tidak ada laporan langsung dari pasien
yang ia obati, tentang kelalaian yang telah dilakukan.
Biarkan saja pasien kehabisan darah hingga meninggal. Namun, sebelum
resiko buruk terwujud. Dokter jaga yang sedang sibuk meresepkan obat,
akan memerintahi Perawat mengatasi perdarahan. Jika Perawat menolak
dengan alasan menjahit luka dan menghentikan perdarahan adalah
kewenangan Dokter. Maka dokter bisa saja berkilah. Oughw.. itu tidak masalah, kan pelimpahan wewenang. Perawat bisa mengerjakan kok. Ayo baca, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007/ BAB III/ Pasal 15, ayat 3. Tentang Pelaksanaan Praktik.
Kemudian, seandainya Perawat tidak melayani pasien gawat darurat. Dapat dijerat dengan pasal pidana UU 36/2009 tentang Kesehatan.
Karena, dalam Pasal 190 ayat (1) disebutkan, "Jika tenaga kesehatan
tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan
gawat darurat , maka dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)"
Oke! Perawat berada pada posisi dilematis. Ibarat makan buah Simalakama. Jika dimakan, mati ibu. Tidak ditelan, mati Ayah.
****
Saya mengajak, agar kita sepakat sebutan korban luka robek diatas, dipanggil Bunga. Maaf, bukan "Bunga" korban perkosaan.
Sebagai gambaran jawaban. Terlepas dari peraturan dan Undang-undang yang
membingungkan. Saya tolong Bunga. Periksa tanda-tanda vitalnya. Order
dokter pasang infus RL. Dokter suka membagi-bagi kewenanangan. Pelit
berbagi penghasilan. Protes, jika dapat uang jasa pelayanan kurang dari
Perawat yang melakukan tindakan.
Tensi Bunga 110/70 mmhg pada arteri Brachialis. Berarti untuk
menghentikan perdarahan, tekanan penghambat harus tinggi dari angka itu.
Maksudnya, saya blok darah yang mengalir, dengan cara memasang manset
sphygmomanometer (alat pengukur tekanan darah) pada lengan atas kiri.
Tekanan berada pada angka 130 mmhg, dilihat pada sphygmomanometer.
Lalu, darah berhenti mengalir. Saya, bersihkan luka dengan cairan
fisiologis. Cari sumber perdarahan dengan menguak luka lebar-lebar. Saya
minta teman sejawat untuk menurunkan tekanan sphygmomanometer perlahan.
Darah mulai mengalir lagi pada pembuluh yang terputus. Sigap, saya klem
setiap ujung pembuluh ,agar darah terhenti. Kemudian, saya jahit dan
ikat.
Saya pastikan, apakah ada tendon jari-jari tangan yang terputus. Diminta
pasien untuk menggerak-gerikan jari-jari tangan. Semuanya baik-baik
saja. Darah tidak lagi merembes. Saya raba nadi radialis, apakah ikut
putus. Ternyata tidak, selamat. Saya jahit subkutis, hingga kulit yang
robek disatukan kembali dengan benang silk 2/0. Luka ditutup dengan
verban dan luka aman.Tentunya, dokter akan mengorder lagi pada Perawat
untuk suntik anti tetanus pada Bunga.
****
Kenyataan di lapangan, hampir 90 persen Perawat melakukan tindakan diluar
kewenanganya. Tupoksi Perawat itu sendiri adalah memberikan Asuhan
Keperawatan. Bukan melakukan tindakan medik invasif. Jika harus
melakukan tindakan diluar kewenangan, tentu harus dapat imbalan sesuai
resiko yang akan ia hadapi.
Hanya tuhan yang tahu, atas ketidak adilan. Motivasi awal jadi Perawat
bukan materi. Tapi, banyak hal lain yang tidak bisa di ungkapkan. Namun,
melihat orang lain satu payung lebih merdeka, tentunya Perawat ingin
pula seperti mereka yang punya regulasi. Agar jelas hitam diatas putih
tentang kewenangan, hak dan kewajibanya. Bukan tarik ulur kepentingan.